Seperti halnya anak remaja pada umumnya yang selalu ingin berkelompok terus ngadain acara, entah kemana. Momen itu sungguh indah dan tak mungkin berulang. Teringat betul gimana aku pun akhirnya hanyut bersama keceriaan masa remaja. Lain dulu lain sekarang. Masa remaja kami dulu tergolong indah tanpa gadget, karena itu kami tidak termasuk generasi menunduk. (Ini mah ngeles..)


Baca juga : Kenangan Bersama Ibu

Pikiran kami saat itu hanya sederhana saja kok. Keliling kota naik motor tapi bukan geng motor lho. Ada satu hal yang selalu aku jaga sejak dulu, aku tak pernah mau berboncengan dengan teman lelaki. Nah, waktu itu ada teman sekampungku yang juga teman sekelas. Gak tau juga dia sudah mahir naik motor apa belum. Mungkin karena faktor di atas itu (harus boncengan sama cewek), aku pun merelakan diri menemaninya.

Suasana jalanan di Jogja tak seperti saat ini yang sudah mulai diserang kemacetan dimana-mana. Dulu, Jogja terasa nyaman, lenggang, belum banyak terkontaminasi dengan asap kendaraan. Alat transportasi ke sekolah pun, kami masih menggunakan bus, yaah bus kota warna oranye. Cukup merogoh uang “cepek” alias seratus perak sudah sampai ke sekolah. Asyik kan...

Bertemu dengan teman-teman yang satu tujuan di dalam bus. Lalu saling melempar senyum, ehh indah nian deh pokoknya. Itulah cerita masa silam yang sekarang kayaknya jarang banget ya, anak sekolah naik trans Jogja. Mereka lebih memilih sepeda motor karena terbilang lebih leluasa bergerak. Seperti yang terlihat di jalanan saat ini, macet sudah menjadi pemandangan yang lumrah. Kalau gak mau ketemu si komo ya harus berangkat lebih pagi.

Upps, sampai lupa cerita di atas. Aku tak ingat dengan siapa jalan-jalan waktu itu. Aku hanya ingat jalan yang kami lalui saja. Tepatnya di sebuah jembatan Gondolayu (jembaan yang terletak di sebelah timur Tugu Jogja) tragedi itu terjadi. Entah karena belum begitu mahir naik motor atau karena menghindari motor lain hingga ngerem mendadak. Tiba-tiba motor yang kami naiki pun terjatuh. Terbentur dengan aspal. Ada beberapa bagian motor yang rusak.

Aku ikut tertindih motor. Tubuhku harus dibantu untuk berdiri. Ada bagian tubuh yang terasa pedih. Setelah dicek ternyata kakiku lecet, bahkan celana jeans yang trend saat itu harus rela menjadi korban. Bagian lututnya robek, termasuk celana jeans. Padahal aku membelinya dari hasil tabunganku sendiri. Sedih, tapi mau gimana lagi. Semua sudah terjadi, Cuma bisa menyesali kejadian itu.

Ehhh....baru ingat, mengapa hal ini bisa terjadi. Ternyata sebelum berangkat, aku belum sempat pamit sama ibu. Maafkan anakmu ini ibu. Itu sangat kusesali karena setiap kali hendak pergi, aku selalu berpamitan dengan beliau. Tapi entah mengapa, kebiasaan itu kutanggalkan.  Lupa atau takut gak dapat ijin. Mungkin itu alasannya ya, hingga tragedi itu terjadi. Nyesel pakai banget pokoknya.

Buat yang masih punya ibu, hormati beliau, mohon restunya dimana pun dan kemana pun kalian berada. Karena ridla Allah tergantung ridla orang tua terutama ibu. Akan sangat menyesal, jika restu itu ingin kita dapat tapi beliau tak mampu lagi memberi.


  

0 Komentar