Siang tadi, Kamis (29/3) kami berkumpul di ruangan lantai 2 tepatnya ruang rapat IV. Bukan tanpa maksud dan tujuan. Namun ada momen spesial di hari itu. Ya, hari terakhir senior kami menanggalkan status ASNnya.


Siapa beliau? Lekat diingatan kami bahwa sosoknya begitu keibuan syarat akan nasehat dan ngayomi. Layaknya seorang ibu kepada anak-anaknya. Dialah Ibu Hj. Asfariyah. Mengabdi di Kanwil Kemenag DIY sejak tahun 1986. Tepatnya 32 tahun masa kerja. Setara dengan pak Harto bertahta bukan? Bahkan mungkin sudah 3 Satya Lencana yang terkumpul. Namun beliau tak peduli dengan tanda jasa tersebut. Yang terpenting baginya bahwa kerja adalah ibadah, kerja adalah bukti loyalitas. Dalam kesehariannya beliau nampak begitu sederhana, ramah, bijaksana dan bersahaja. Entah mengapa, tetiba air mata terus tertumpah saat saya diminta mewakili ibu-ibu memberi kata sambutan. Jujur saja, melepas beliau rasanya seperti melepas ibu kandung kala menghadap keharibaan-Nya. Maklum, beliau adalah teman almarhumah ibu saya.

Tak kuasa, spontan saya jadi sesenggukan. Seketika itu juga ruangan berubah jadi hening dan begitu syahdu. Meski terbata-bata, segelintir kalimatpun kucoba kususun. Ungkapan maaf atas segala salah dan khilaf menjadi pilihan kata pertama. Hingga untaian do'a terlantun indah sebagai penghantar beliau menuju masa purna tugas. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan, umur yang manfaat, rejeki yang barokah serta ketetapan iman. Ada dua pesan yang disampaikan Ibu kelahiran 28 Maret 1960 ini yang tertanam dan seakan ingin mendekam di memoriku. "Pertama, waktu yang kalian miliki lebih banyak dihabiskan di kantor. Jaga hubungan kekeluargaan, jangan pernah marah, benci bahkan mencaci teman. Karena mereka semua saudara kita juga yang dipertemukan Allah di tempat ini. Kedua, jangan pernah merasa terdzolimi ketika dimutasi. Tetap jaga husnudzon, bisa jadi ini adalah skenario Allah yang terbaik yang tengah dimainkan. Bakalan ada hikmah besar yang masih menjadi misteri."

Acara kemudian diakhiri dengan penyerahan cindera mata, sebagai ungkapan tali kasih. "Saya merasa tersanjung dengan berkumpulnya ibu-ibu di ruangan ini", ungkap ibu dari empat putra ini lirih. Apalagi mendapat kenang-kenangan yang tak ternilai harganya, beliau lantas mencium tas batik pembungkus kado dengan aura sendu. Sebagai wujud rasa harunya beliau menyalami kami satu per satu dan foto bersama menjadi memori tak terlupakan di penghujung acara.

0 Komentar