Entah mengapa saya tak lantas menjawab dengan untaian kalimat panjang sebagai sebuah kesepakatan janji. Antara iya dan tidak, antara yakin dan ragu semua masih berkecambuk dalam ruang benakku. Hingga pagi tadi, di saat detik-detik terakhir, saya baru sanggup memutuskan.


Yah....Bunda ikut ya. Sontak, binar mata dan sebaris senyumpun nampak begitu jelas menghias wajah ramahnya. "Serius Bunda mau ikut?", tanyanya setengah ragu. "Iya Yah, Bunda 6kan belum pernah nyetir sampai ke puncak becici", jawabku meyakinkannya. "Apapun keinginanmu, ayah setuju saja", jawabnya sembari bersiap-siap. Lantas kamipun bergegas memilih baju yang tertumpuk rapi dalam almari. 

Hari ini, keluarga besar memang berencana berlibur ke puncak becici. Puncak Becici termasuk destinasi wisata yang kini banyak diburu pengunjung lantaran nuansa alamnya masih asri dikelilingi pohon pinus. Namanya saja puncak, sekilas bayangan rumitnya area menuju lokasi wisata sempat terlintas. Menanjak, menurun, berkelok bahkan menikung. Nah itu baru namanya tantangan. Namun tekad itu kiat menguat kala sang suami turut mendukung.


Alhasil berbekal pede bin nekat, Bismillah tancap gas cuzz... mobil abu itupun melaju kencang bak sopir angkot. Terkadang memang tak perlu dibayangkan, cukup dijalani dan yakin bakalan mampu melewatinya. Alhamdulillah, atas kehendak-Nya pula semuanya berjalan lancar. Meskipun sampai rumah akhirnya tepar tak berdaya. Setidaknya, hati ini cukup lega dan tidak menyisakan rasa penasaran.

Bersyukur banget, hari yang cerah ini memberiku kesempatan indah yang kelak bakalan jadi adventure story untuk diceritain ke anak cucu. Terima kasih suamiku tersayang atas supportnya. Thank you Allah, for something beautiful in my life.

0 Komentar