Smart Kampung Ala Banyuwangi
Foto: Kawah Ijen |
Lain dulu lain sekarang. Mungkin itu yang pantas terucap untuk kota satu ini, Banyuwangi. Perubahan drastis yang dirasakan masyarakatnya, terlebih dahulu kota ini dikenal sebagai ibu kota santet Nasional. Tidak pernah damai, kisruh terus, demo terus. Namun kini di bawah kepemimpinan bupati Azwar Anas, semua cerita itu perlahan terdengar lirih hingga masuk tahun ketujuh tak lagi terdengar ada demo di Banyuwangi.
Foto: Kawah Ijen |
Hal pertama yang dilakukan Anis adalah mengambil tindakan untuk menjauhkan masyarakat dari sifat takhayul karena ini mampu merusak mental. Bukan dengan khutbah atau kecaman namun dengan tindakan. Awalnya Kantor Bupati menghadap ke makam besar, taman makam pahlawan. Di halaman makam itu ada patung pedang dan tombak, itulah yang membuat kabupaten berdarah-darah. Patung senjata itu dia bongkar. Halaman makam dimundurkan, menjadi luas lalu dihutankan dengan pohon sawit nan rindang. Dibuat plaza di bawahnya dan dipasang wifi.
Foto: Halaman Kantor Bupati |
Anas juga bangun bandara. Kini sudah ada penerbangan langsung Jakarta-Banyuwangi. Tiga kali sehari. Juga dari Surabaya. Tak lama lagi dari Singapura dan Kuala Lumpur. Ekonominya tumbuh 6,7 persen, angka yang sulit dicapai nasional.
Foto: Saat Bupati meresmikan panti jompo |
Banyuwangi memang punya ribuan terobosan. Salah satunya pembentukan “smart kampung”. Anas melakukan revolusi digital mulai dari kampung. Inilah kabupaten yang majunya sangat nyata. Bupati memang harus pabrik ide dan CEO yang handal.
Anas membuat masyarakatnya sibuk berkarya. Lebih dari 150 festival dia buat setiap tahunnya. Mulai dari tari “gandrung seribu” sampai lari ke Gunung Ijen. Tak hanya itu, Anas pun peduli dengan kelompok orang miskin yang tidak mungkin dientas. Mereka janda atau duda. Sudah tua tidak punya keluarga, rumah juga tiada. Diberi modal tidak berguna apalagi diberi penataran. Anas punya datanya 2.000 sekian, lengkap dengan nama dan alamatnya. Anas punya solusi, kirim makanan dua kali sehari. Yang terpenting bagi mereka adalah punya teman ngobrol, teman curhat.
Foto: Wajah taman diperhutani |
Namun yang membuat keprihatinan, meski telah tertangani. Tetap saja mereka masuk kelompok miskin, mereka tidak menjadi pengurang angka kemiskinan. Untuk ke depan ada baiknya, mereka yang sudah tertangani dari kelompok ini dikeluarkan dari angka kemiskinan, dibuatkan kategori khusus. Mereka memang tidak mungkin dientas. Yang penting kebutuhan mereka tercukupi.
Beginilah wajah Banyuwangi saat ini, siap untuk menjadi literatur hidup bagi wilayah lain di penjuru Indonesia.
Referensi: DI’S WAY oleh Dahlan Iskan
#KMOIndonesia
#KMOBatch16
#Day16
0 Komentar