Bertepatan dengan tanggal 21 April, saya ingin membahas tentang sosok Kartini. Gak bisa dipungkiri perjuangan RA Kartini kala itu sungguh berdampak luar biasa terlebih bagi perempuan Indonesia. Emansipasi wanita dan kesetaraan gender yang tengah diperjuangkannya terasa nyata di jaman milenial ini. Bahkan tak sedikit cerita dimana kemampuan wanita lebih unggul dibanding lak-laki di berbagai bidang.

Meskipun tak bisa dipungkiri, kadang perempuan masih menjadi korban dari tindakan amoral akibat dari perilakunya sendiri yang tidak mampu mendudukkan posisinya sebagai sosok wanita terpuji. Tentu saja hal itu kembali ke pribadi masing-masing.


Apa sih yang terlintas di benakmu saat gaung "Hari Kartini" kembali menggema. Sosoknya sebagai pelopor kebangkitan perempuan memang pantas diapresiasi. Karena tanpa perjuangannya, bisa jadi perempuan Indonesia masih berkubang dalam keterpurukan. Sekali lagi berkat perjuangannya, sosok wanita Indonesia semakin cerdas, berwawasan terbuka, bebas berkarya, merdeka, mandiri dan dapat berdiri sendiri tanpa melupakan kodratnya sebagai wanita.

Lima hal berikut mengingatkan kita tentang sosok RA Kartini

1. Habis gelap terbitlah terang, datanglah pagi yang penuh sinar dan harapan.
Begitulah perjuangan Kartini di jaman kolonial, sarat akan keterbatasan bergerak. Terlebih soal pendidikan yang hanya didominasi kaum adam. Namun tekatnya memperjuangkan kesamaan hak perempuan dalam mengenyam pendidikan tidaklah sia-sia. Usaha Kartini berbuah manis, dan kini lebih terasa nyata. Hingga kisah perjuangannya membela hak-hak perempuan terangkum apik dalan buku Habis Gelap Terbitlah Terang.

"Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus-menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan. Kehidupan manusia serupa alam." - R. A. Kartini

2. Wanita saat ini wajib berpendidikan tinggi. Wanita adalah tiang Negara. Wanita hebat, negaranya kuat. Apapun profesi seorang perempuan wajiblah memiliki pendidikan yang tinggi, berwawasan luas. Karena kelak dia akan menjadi ibu dan membersamai anak-anak hingga mereka dewasa. Kalau ibunya pintar, setidaknya dalam membimbing anak tidak akan asal-asalan. Pasti, dia menginginkan anaknya kelak lebih dari dirinya.

"Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya." - R. A. Kartini

3. Wanita harus mampu mandiri.
Kodrat wanita pun butuh pendamping hidup. Namun saat kemandirian tercipta, alangkah bahagianya. Dia tak lagi bergantung sepenuhnya dengan sosok lelaki yang mendampinginya. Bahkan terkadang perempuan lebih bisa mandiri daripada laki-laki.

“Dan biarpun saya tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah jalan, saya akan mati dengan merasa berbahagia, karena jalannya sudah terbuka dan saya ada turut membantu mengadakan jalan yang menuju ke tempat perempuan Bumiputra merdeka dan berdiri sendiri." - R. A. Kartini

4. Menghormati segala yang bernyawa
Jangan pernah menyakiti orang lain, jangan pula memaksanya. Usahakan pula untuk tidak pernah lupa selalu berterima kasih kepada siapapun yang pernah menolong kita.

“Salah satu daripada cita-cita yang hendak kusebarkan ialah: Hormatilah segala yang hidup, hak-haknya, perasaannya, baik tidak terpaksa pun karena terpaksa, haruslah juga segan menyakiti makhluk lain, sedikit pun jangan sampai menyakitinya. Segenap cita-citanya kita hendaklah menjaga sedapat-dapat yang kita usahakan, supaya semasa mahkluk itu terhindar dari penderitaan, dan dengan jalan demikian menolong memperbagus hidupnya: dan lagi ada pula suatu kewajiban yang tinggi murni, yaitu "terima kasih" namanya." - R. A. Kartini

5. Teruslah bermimpi selama engkau dapat bermimpi.
Bermimpi untuk hidup yang lebih baik dan bahagia tidak pernah salah. Karena hidup sejatinya memang kejam dan sesekali kita memang butuh bermimpi agar kekejaman tersebut bisa diredam.

“Teruslah bermimpi, teruslah bermimpi, bermimpilah selama engkau dapat bermimpi! Bila tiada bermimpi, apakah jadinya hidup! Kehidupan yang sebenarnya kejam." - R. A. Kartini

0 Komentar